Dulu, jamannya saya masih sekolah SD, SMP, dan SMA, di halaman sekolah suka ada tukang jualan pempek. Pempek yang cuma berbahan dasar terigu dan tepung sagu tanpa ikan ini favorit jajanan saya semasa sekolah. Tekstur pempeknya lebih mirip adonan cireng, digoreng, lalu dipotong-potong, tambahkan soun dan potongan ketimun, disiram kuah cuko dan dibungkus plastik. Pempek-pempek-an, yang selalu membuat saya rindu untuk jajan lagi karena rasa kuahnya yang asam dan segar *waktu itu saya belum nyicip gimana rasanya pempek beneran, hehe*. Setelah menikah dan bisa masak, saya suka coba-coba bikin pempek-pempek-an ala si mang di sekolahan dulu, mayanlah buat nyemil. Bahannya cuma tepung terigu, tepung sagu, garam, dan sedikit kaldu bubuk. Disiram air panas yang mendidih lalu didiamkan sampai agak dingin, baru bisa diuleni sampai kalis, dibentuklah pempek sesuai selera, bisa pempek kapal selam atau lenjer. Kalau diuleni ketika adonan masih panas akan membuat tekstur pempek keras, makanya nunggu sampai agak dingin, biar teksturnya lembut.
Kalau berbicara pempek, makanan khas
Palembang ini bukan makanan asing khususnya keluarga suami. Suami yang tumbuh
dan dibesarkan di Palembang sangat menggemari pempek. Hampir setiap lebaran
tiba, pempek menjadi salah satu menu yang harus hadir di meja makan. Ibu mertua
selalu membuatkan pempek dengan resep andalannya, “Daripada beli, mendingan
kita bikin sendiri aja, bisa bikin banyak, hemat pula,” kata bumer suatu
ketika. Pempek buatan bumer buat saya enak banget, nggak pelit ikan, teksturnya
lembut, dan kuah cukonya yang kental dan pedasnya nendang abis. Menurut beliau,
ikan tenggiri di Bandung memang rasanya nggak sesegar ikan di Palembang. Maklum
ya, kalau di Palembang kan ikan sungainya segar-segar, banyak yang dijual masih
hidup dengan harga yang terbilang murah. Ikan tenggiri di Bandung lumayan mahal
juga harganya. Ikan yang masih hidup ketika langsung diolah dan dimasak rasanya
memang lebih enak, lebih manis, lebih maknyus, dan terasa lebih gurih.
Beberapa pempek di Bandung pernah saya
cicipi, saya jajaki bagaimana rasanya
antara pempek yang satu dengan pempek yang lainnya. Tentunya, beda tangan
memang beda rasa. Agar kita tahu dan bisa menyimpulkan bahwa pempek di sini
paling enak memang harus blind test
review terhadap pempek-pempek dari berbagai nama pempek. Karena saya dan
suami doyan banget dengan pempek, penasaran juga dengan pempek dari Cafe
Flamboyant. Katanya, pempek dan pindang di cafe tersebut benar-benar khas
Palembang. Yang seperti apa sih pempek khas Palembang itu? Apa saja
kriterianya?
Hari Sabtu kemarin saya coba membuktikannya datang ke cafe Flamboyant untuk mencicipi pempek dan pindangnya. Memang, Cafe Flamboyant ini terbilang cafe baru di Bandung, baru buka sekitar bulan Februari 2016, tapi cafe ini adalah cabang keempat dari Cafe Flamboyant yang berada di Palembang. Di Palembang sendiri konsepnya sudah seperti resto, kalau di Bandung cafe. Untuk menemukan cafe ini biar nggak nyasar kemana-mana, cukup mengikuti jalur sepanjang Jalan Tubagus Ismail sampai Pegadaian dekat Sadang Luhur, lalu disampingnya ada gerobak kopi dan teh tarik.
Pempek dan Pindang Flamboyant merupakan
usaha kuliner keluarga Pak Abu Sofyan, beliau penerus keempat yang meneruskan
usaha keluarganya ini. Pusatnya sendiri berada di Palembang karena beliau asli
orang sana. Pempek Flamboyant berdiri sejak tahun 1998. Sebagai orang Palembang
yang tahu persis kuliner khas sana dengan baik khususnya pempek dan pindang,
tentunya tidak diragukan lagi bagaimana cita rasa kedua makanan tersebut.
Mengetahui jenis ikan dengan baik, komposisi bahan yang tepat menjadi nilai
plus pada pempek dan pindang Flamboyant ini. Pempek yang saya cicipi di cafe
ini, memiliki bau harum ikan yang menggugah selera, nggak anyir, tekstur
pempeknya lembut. Jika biasanya kita mencicipi pempek yang digoreng garing, di
cafe ini berbeda, pempek tak perlu digoreng sampai garing, cukup sampai
permukaan kulitnya terlihat sedikit agak kecoklatan atau tak perlu digoreng
alias cukup direbus terus langsung disantap, rasanya sudah sedap.
Ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika mengunjungi cafe ini, di etalase pempek, tampak minyak kelapa merk Barco terpajang. Ternyata, menurut Pak Abu Sofyan, beliau memang menggunakan minyak kelapa tersebut untuk menjaga kualitas rasa dari pempeknya, “Bau ikan segarnya keluar kalau pakai minyak ini, minyak kelapa yang memiliki khasiat 6x lipat dari minyak kelapa sawit berkualitas baik, keluarga saya menggunakannya dari awal didirikannya usaha pempek dan pindang Flamboyant, kalau pakai minyak sawit, rasanya udah lain, nggak seenak pakai minyak kelapa,” paparnya panjang lebar. Ayo, ada yang tahu apa perbedaan minyak kelapa sawit dengan minyak kelapa? Di pasaran, sering kita jumpai minyak kelapa sawit ini dengan mudah dari berbagai merk, ada minyak kelapa sawit RDB berwarna kuning keemasan dan minyak kelapa sawit merah yang diproses tanpa pemucatan. Minyak kelapa sawit merupakan minyak dari sabut buah kelapa sawit, biasanya, minyak kelapa sawit berwarna kemerahan karena mengandung beta karoten, atau senyawa anti oksidan yang tinggi. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemah jenuh miristat dan palmitat, yang membuatnya bisa stabil terhadap pemanasan. Minyak kelapa sawit yang berwarna kuning keemasan biasa digunakan untuk menggoreng dan menumis, sedangkan minyak kelapa sawit warna merah sebagai salad oil.
Minyak kelapa adalah minyak dari bahan
baku kopra yang mengalami penambahan zat kimia di pabrik untuk proses RBD yakni
refined, bleaching, deodorized atau
pemurnian, pemucatan, dan penghilangan bau. Harga minyak kelapa terbilang
mahal. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh 92%, tapi jangan khawatir karena
asam lemak jenuh pada minyak kelapa tergolong rantai sedang yang sehat, tidak
meningkatkan kadar kolesterol sebab langsung dibakar di hati untuk menghasilkan
energi. Minyak kelapa biasa digunakan untuk menggoreng dan menumis dengan hasil
gorengannya renyah dan terasa gurih. Hmmm, pantesan aja rasa dari pempek
Flamboyant emang yahud, beda dari pempek lainnya sebab menggunakan minyak
kelapa berkualitas baik. Ada barang, ada rasa, ada harga.
Pak Abu Sofyan menuturkan, ikan yang
digunakan pada pempek Flamboyant merupakan gabungan dari tiga jenis ikan
berkualitas baik, ikan tenggiri, ikan gabus, dan ikan belida. Kalau di
Palembang, ikan belida disebut ikan kutak. Awalnya, cuma menggunakan ikan
tenggiri dan ikan gabus saja, untuk menambah rasa yang enak dan gurih maka
ditambah ikan belida yang kecil. Ikan belida memiliki tekstur daging yang
lembut dan terasa manis, kalau tenggiri teksturnya keras tapi gurih, sedangkan
gabus banyak dagingnya, kalau masalah rasa agak kurang, hanya saja ikan gabus
berfungsi untuk melembutkan adonan pempek.
Untuk pempek Flamboyant yang ada di
Bandung, pempeknya langsung dikirim dari pusatnya yaitu Palembang. Keluarga Pak
Abu Sofyan sendiri yang meracik adonan pempek di Palembang. Kata Pak Abu
Sofyan, sengaja dibuat di Palembang pempeknya, jadi ke Bandung tinggal
dipasarkan saja, soalnya dulu pernah nyobain meracik adonan di Bandung dengan
bahan dan ikan yang sama-sama dari Palembang dengan takaran dan komposisi serta
pembuat adonan yang sama, tapi hasil pempeknya rasanya jadi lain, kurang enak,
makanya selalu dibuat di Palembang, lalu dikirim ke Bandung. Hampir setiap dua
hari sekali pempek dari Palembang dikirim ke Bandung untuk menjaga kualitas
rasanya. Mungkin karena kesegaran ikan juga mempengaruhi kualitas rasa, di
Palembang ikannya masih hidup dan segar, pas dibawa ke Bandung sudah mati.
Pempek Model Sumber: Instagram Pempek Flamboyant |
Menikmati pempek di cafe ini bisa dengan tidak digoreng, cukup dicelupkan ke saus cukonya yang asam manis pedas segar, sedangkan yang kapal selam lebih sedap berada di guyuran saus cuko dengan tambahan ebi, soun, dan ketimun, wah mantap rasanya! Selain pempek, ada juga Pindang Ikan Sale/asap, ikan yang diambil langsung dari sungai Musi, rasanya seperti kuah tomyam dengan bumbu rempah khas nusantara. Sedap karena kuahnya yang cenderung terasa asam dipadupadankan dengan segarnya rasa dari buah nanas, potongan ketimun, irisan cabai merah dan cabai hijau, tomat, dan jika ingin merasakan sensasi pedas, kita bisa memotong cabai rawit merah utuh yang sudah bersatu dengan kuahnya. Rasanya pecaaaahhh banget! dinikmati dengan nasi putih hangat dan sambal nanas, dijamin bikin lidah nggak tahan buat nyicip terus. Tekstur ikannya lembut, kalau menurut saya sih hampir sama dengan tekstur ikan tongkol cuma ikan sale lebih lembut, ikannya juga nggak anyir. Untuk Pindang Ikan Sale dimasaknya di Bandung, sedangkan bumbu tetap racikan dari keluarganya di Palembang, biar rasa nggak berubah katanya.
Dapat ilmu nih dari Pak Abu Sofyan,
katanya membuat adonan pempek yang lembut selain menggunakan tiga jenis ikan
yakni ikan tenggiri, ikan gabus, dan ikan belida, perhatikan juga cara mengolah
adonannya, tak perlu bikin biang untuk membentuk adonan pempek, cukup haluskan
ikan, tambahkan air, lalu tambahkan tepung terigu, garam, dan tepung kanji. Air
yang digunakan air putih biasa, sedangkan untuk adonan tekwan walaupun satu
adonan dengan pempek, air yang bagus digunakan adalah air es supaya tekstur
tekwan crunchy. Kalau di Palembang, menikmati pempek itu biasanya ditemani
dengan es kacang merah, di Cafe Flamboyant kita bisa merasakan sensasi KoFi
tarik ala KoFi Fian, rasanya sedap luar biaso.
Sumber: Instagram Pempek Flamboyant Bandung |
Penasaran dengan rasa luar biasonya
dari Pempek dan Pindang Flamboyant? Anda bisa datang langsung, makan di tempat atau
memilih untuk delivery aja, nggak cuma buat warga Bandung aja, yang di luar
kota pun bisa memesannya. Beneran deh, seriously, saya pengen balik lagi ke
sana, penasaran sama pempek pistelnya!
Pempek Flamboyant Bandung
Pempek & Pindang Asli Palembang
Jln. Tubagus Ismail 163A
Samping Pegadaian
Buka pukul 10.00-22.00 WIBInstagram : pempekflamboyantbdg
Peta Lokasi