Sabtu, 23 Juli 2016

Pempek & Pindang Flamboyant, Aseli 'Lemak Nian'


Dulu, jamannya saya masih sekolah SD, SMP, dan SMA, di halaman sekolah suka ada tukang jualan pempek. Pempek yang cuma berbahan dasar terigu dan tepung sagu tanpa ikan ini favorit jajanan saya semasa sekolah. Tekstur pempeknya lebih mirip adonan cireng, digoreng, lalu dipotong-potong, tambahkan soun dan potongan ketimun, disiram kuah cuko dan dibungkus plastik. Pempek-pempek-an, yang selalu membuat saya rindu untuk jajan lagi karena rasa kuahnya yang asam dan segar *waktu itu saya belum nyicip gimana rasanya pempek beneran, hehe*. Setelah menikah dan bisa masak, saya suka coba-coba bikin pempek-pempek-an ala si mang di sekolahan dulu, mayanlah buat nyemil. Bahannya cuma tepung terigu, tepung sagu, garam, dan sedikit kaldu bubuk. Disiram air panas yang mendidih lalu didiamkan sampai agak dingin, baru bisa diuleni sampai kalis, dibentuklah pempek sesuai selera, bisa pempek kapal selam atau lenjer. Kalau diuleni ketika adonan masih panas akan membuat tekstur pempek keras, makanya nunggu sampai agak dingin, biar teksturnya lembut.

Kalau berbicara pempek, makanan khas Palembang ini bukan makanan asing khususnya keluarga suami. Suami yang tumbuh dan dibesarkan di Palembang sangat menggemari pempek. Hampir setiap lebaran tiba, pempek menjadi salah satu menu yang harus hadir di meja makan. Ibu mertua selalu membuatkan pempek dengan resep andalannya, “Daripada beli, mendingan kita bikin sendiri aja, bisa bikin banyak, hemat pula,” kata bumer suatu ketika. Pempek buatan bumer buat saya enak banget, nggak pelit ikan, teksturnya lembut, dan kuah cukonya yang kental dan pedasnya nendang abis. Menurut beliau, ikan tenggiri di Bandung memang rasanya nggak sesegar ikan di Palembang. Maklum ya, kalau di Palembang kan ikan sungainya segar-segar, banyak yang dijual masih hidup dengan harga yang terbilang murah. Ikan tenggiri di Bandung lumayan mahal juga harganya. Ikan yang masih hidup ketika langsung diolah dan dimasak rasanya memang lebih enak, lebih manis, lebih maknyus, dan terasa lebih gurih.

Beberapa pempek di Bandung pernah saya cicipi,  saya jajaki bagaimana rasanya antara pempek yang satu dengan pempek yang lainnya. Tentunya, beda tangan memang beda rasa. Agar kita tahu dan bisa menyimpulkan bahwa pempek di sini paling enak memang harus blind test review terhadap pempek-pempek dari berbagai nama pempek. Karena saya dan suami doyan banget dengan pempek, penasaran juga dengan pempek dari Cafe Flamboyant. Katanya, pempek dan pindang di cafe tersebut benar-benar khas Palembang. Yang seperti apa sih pempek khas Palembang itu? Apa saja kriterianya?

Hari Sabtu kemarin saya coba membuktikannya datang ke cafe Flamboyant untuk mencicipi pempek dan pindangnya. Memang, Cafe Flamboyant ini terbilang cafe baru di Bandung, baru buka sekitar bulan Februari 2016, tapi cafe ini adalah cabang keempat dari Cafe Flamboyant yang berada di Palembang. Di Palembang sendiri konsepnya sudah seperti resto, kalau di Bandung cafe. Untuk menemukan cafe ini biar nggak nyasar kemana-mana, cukup mengikuti jalur sepanjang Jalan Tubagus Ismail sampai Pegadaian dekat Sadang Luhur, lalu disampingnya ada gerobak kopi dan teh tarik.


Pempek dan Pindang Flamboyant merupakan usaha kuliner keluarga Pak Abu Sofyan, beliau penerus keempat yang meneruskan usaha keluarganya ini. Pusatnya sendiri berada di Palembang karena beliau asli orang sana. Pempek Flamboyant berdiri sejak tahun 1998. Sebagai orang Palembang yang tahu persis kuliner khas sana dengan baik khususnya pempek dan pindang, tentunya tidak diragukan lagi bagaimana cita rasa kedua makanan tersebut. Mengetahui jenis ikan dengan baik, komposisi bahan yang tepat menjadi nilai plus pada pempek dan pindang Flamboyant ini. Pempek yang saya cicipi di cafe ini, memiliki bau harum ikan yang menggugah selera, nggak anyir, tekstur pempeknya lembut. Jika biasanya kita mencicipi pempek yang digoreng garing, di cafe ini berbeda, pempek tak perlu digoreng sampai garing, cukup sampai permukaan kulitnya terlihat sedikit agak kecoklatan atau tak perlu digoreng alias cukup direbus terus langsung disantap, rasanya sudah sedap.


Ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika mengunjungi cafe ini, di etalase pempek, tampak minyak kelapa merk Barco terpajang. Ternyata, menurut Pak Abu Sofyan, beliau memang menggunakan minyak kelapa tersebut untuk menjaga kualitas rasa dari pempeknya, “Bau ikan segarnya keluar kalau pakai minyak ini, minyak kelapa yang memiliki khasiat 6x lipat dari minyak kelapa sawit berkualitas baik, keluarga saya menggunakannya dari awal didirikannya usaha pempek dan pindang Flamboyant, kalau pakai minyak sawit, rasanya udah lain, nggak seenak pakai minyak kelapa,” paparnya panjang lebar. Ayo, ada yang tahu apa perbedaan minyak kelapa sawit dengan minyak kelapa? Di pasaran, sering kita jumpai minyak kelapa sawit ini dengan mudah dari berbagai merk, ada minyak kelapa sawit RDB berwarna kuning keemasan dan minyak kelapa sawit merah yang diproses tanpa pemucatan. Minyak kelapa sawit merupakan minyak dari sabut buah kelapa sawit, biasanya, minyak kelapa sawit berwarna kemerahan karena mengandung beta karoten, atau senyawa anti oksidan yang tinggi. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemah jenuh miristat dan palmitat, yang membuatnya bisa stabil terhadap pemanasan. Minyak kelapa sawit yang berwarna kuning keemasan biasa digunakan untuk menggoreng dan menumis, sedangkan minyak kelapa sawit warna merah sebagai salad oil.

Minyak kelapa adalah minyak dari bahan baku kopra yang mengalami penambahan zat kimia di pabrik untuk proses RBD yakni refined, bleaching, deodorized atau pemurnian, pemucatan, dan penghilangan bau. Harga minyak kelapa terbilang mahal. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh 92%, tapi jangan khawatir karena asam lemak jenuh pada minyak kelapa tergolong rantai sedang yang sehat, tidak meningkatkan kadar kolesterol sebab langsung dibakar di hati untuk menghasilkan energi. Minyak kelapa biasa digunakan untuk menggoreng dan menumis dengan hasil gorengannya renyah dan terasa gurih. Hmmm, pantesan aja rasa dari pempek Flamboyant emang yahud, beda dari pempek lainnya sebab menggunakan minyak kelapa berkualitas baik. Ada barang, ada rasa, ada harga.

Pak Abu Sofyan menuturkan, ikan yang digunakan pada pempek Flamboyant merupakan gabungan dari tiga jenis ikan berkualitas baik, ikan tenggiri, ikan gabus, dan ikan belida. Kalau di Palembang, ikan belida disebut ikan kutak. Awalnya, cuma menggunakan ikan tenggiri dan ikan gabus saja, untuk menambah rasa yang enak dan gurih maka ditambah ikan belida yang kecil. Ikan belida memiliki tekstur daging yang lembut dan terasa manis, kalau tenggiri teksturnya keras tapi gurih, sedangkan gabus banyak dagingnya, kalau masalah rasa agak kurang, hanya saja ikan gabus berfungsi untuk melembutkan adonan pempek.

Sumber: Instagram Pempek Flamboyant

Untuk pempek Flamboyant yang ada di Bandung, pempeknya langsung dikirim dari pusatnya yaitu Palembang. Keluarga Pak Abu Sofyan sendiri yang meracik adonan pempek di Palembang. Kata Pak Abu Sofyan, sengaja dibuat di Palembang pempeknya, jadi ke Bandung tinggal dipasarkan saja, soalnya dulu pernah nyobain meracik adonan di Bandung dengan bahan dan ikan yang sama-sama dari Palembang dengan takaran dan komposisi serta pembuat adonan yang sama, tapi hasil pempeknya rasanya jadi lain, kurang enak, makanya selalu dibuat di Palembang, lalu dikirim ke Bandung. Hampir setiap dua hari sekali pempek dari Palembang dikirim ke Bandung untuk menjaga kualitas rasanya. Mungkin karena kesegaran ikan juga mempengaruhi kualitas rasa, di Palembang ikannya masih hidup dan segar, pas dibawa ke Bandung sudah mati.
Pempek Model
Sumber: Instagram Pempek Flamboyant 
Adonan pempek Flamboyant non MSG, bumbunya saja cukup ditambahkan garam tanpa penyedap. Saus cukonya tidak menggunakan cuka, tetapi menggunakan asam Jawa, gulanya gula aren. Di cafe ini, tersedia dua rasa saus cuko, ada yang pedas dan yang tidak pedas. Saus cuko tidak pedas sengaja disediakan untuk anak-anak. Menu di cafe ini di antaranya pempek kecil, tekwan, pempek lenggang, model, pempek lenjer, pempek kulit, pempek kapal selam istimewa, pempek pistel, nasi goreng Sriwijaya, pindang Ikan Sale, pindang tulang daging sapi. Nasi goreng Sriwijaya hampir sama dengan Nasi Briyani.


Menikmati pempek di cafe ini bisa dengan tidak digoreng, cukup dicelupkan ke saus cukonya yang asam manis pedas segar, sedangkan yang kapal selam lebih sedap berada di guyuran saus cuko dengan tambahan ebi, soun, dan ketimun, wah mantap rasanya! Selain pempek, ada juga Pindang Ikan Sale/asap, ikan yang diambil langsung dari sungai Musi, rasanya seperti kuah tomyam dengan bumbu rempah khas nusantara. Sedap karena kuahnya yang cenderung terasa asam dipadupadankan dengan segarnya rasa dari buah nanas, potongan ketimun, irisan cabai merah dan cabai hijau, tomat, dan jika ingin merasakan sensasi pedas, kita bisa memotong cabai rawit merah utuh yang sudah bersatu dengan kuahnya. Rasanya pecaaaahhh banget! dinikmati dengan nasi putih hangat dan sambal nanas, dijamin bikin lidah nggak tahan buat nyicip terus. Tekstur ikannya lembut, kalau menurut saya sih hampir sama dengan tekstur ikan tongkol cuma ikan sale lebih lembut, ikannya juga nggak anyir. Untuk Pindang Ikan Sale dimasaknya di Bandung, sedangkan bumbu tetap racikan dari keluarganya di Palembang, biar rasa nggak berubah katanya.

Dapat ilmu nih dari Pak Abu Sofyan, katanya membuat adonan pempek yang lembut selain menggunakan tiga jenis ikan yakni ikan tenggiri, ikan gabus, dan ikan belida, perhatikan juga cara mengolah adonannya, tak perlu bikin biang untuk membentuk adonan pempek, cukup haluskan ikan, tambahkan air, lalu tambahkan tepung terigu, garam, dan tepung kanji. Air yang digunakan air putih biasa, sedangkan untuk adonan tekwan walaupun satu adonan dengan pempek, air yang bagus digunakan adalah air es supaya tekstur tekwan crunchy. Kalau di Palembang, menikmati pempek itu biasanya ditemani dengan es kacang merah, di Cafe Flamboyant kita bisa merasakan sensasi KoFi tarik ala KoFi Fian, rasanya sedap luar biaso.

Sumber: Instagram Pempek Flamboyant Bandung
Jika ingin mencicipi pempek dan pindang di Cafe Flamboyant alangkah lebih baiknya menghubungi ownernya terlebih dahulu, menanyakan ada menu apa saja yang tersedia, takutnya jika langsung datang, menu yang diinginkan malah ngga ada. Contohnya seperti pelanggan setia Cafe Flamboyant, ketika saya berada di sana ada dua orang pelanggan yang menanyakan pempek pistel tanpa menanyakan terlebih dahulu sama Pak Abu Sofyan, eh pempek pistelnya abis, belum dikirim lagi dari Palembang, jadi balik lagi deh karena menu yang diinginkan nggak ada. Pempek pistel menjadi salah satu jenis pempek yang paling digemari. “Pempek pistel paling cepet abis, dan memang nggak bisa tahan lebih dari dua hari karena isiannya menggunakan santan,” jelas Pak Abu Sofyan. Pak abu Sofyan memang sengaja tidak menyetok pempek dalam jumlah yang banyak, untuk menjaga kualitas rasa pempek itu sendiri.

Penasaran dengan rasa luar biasonya dari Pempek dan Pindang Flamboyant? Anda bisa datang langsung, makan di tempat atau memilih untuk delivery aja, nggak cuma buat warga Bandung aja, yang di luar kota pun bisa memesannya. Beneran deh, seriously, saya pengen balik lagi ke sana, penasaran sama pempek pistelnya!

Pempek Flamboyant Bandung
Pempek & Pindang Asli Palembang
Jln. Tubagus Ismail 163A
Samping Pegadaian
Buka pukul 10.00-22.00 WIB

Instagram : pempekflamboyantbdg


Peta Lokasi

IBX58BCE5AE39DDA

Tim Dapurnulekker

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Blogger Perempuan
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic